Category: Inspirations

  • Mimpi Adalah Kunci Dalam Kehidupan

    Mimpi Adalah Kunci Dalam Kehidupan

    Oleh: Guna Reksoko

    Program Studi : Akuntasi Syari’ah

    Instansi : IAI SEBI

    Setiap orang punya mimpi. Ada yang besar banget, ada juga yang sederhana tapi tetap berarti. Mimpi itu kayak bahan bakar yang bikin kita mau jalan terus, meski kadang capek. Tanpa mimpi, hidup bisa berasa hambar, rutinitas doang tanpa arah. Bangun, sekolah atau kerja, pulang, tidur, ulang lagi. Tapi kalau kita punya mimpi, semua kegiatan sehari-hari punya makna yang lebih.

    Coba bayangin anak sekolah yang tiap malam harus begadang buat belajar. Kalau dia nggak punya tujuan, belajar bisa jadi beban. Tapi kalau dia punya mimpi, misalnya pengin jadi guru, dokter, atau yang lainnya, kata belajar berubah jadi sesuatu yang penting. Belajar bukan lagi kewajiban, tapi langkah kecil buat mendekati mimpinya.

    Hal yang sama juga berlaku buat orang yang bekerja. Kadang kerjaan itu bikin stres, banyak tugas, target numpuk, dimarahin atasan. Tapi kalau kita ingat mimpi, misalnya pengin bangun rumah buat keluarga, atau pengin usaha sendiri nanti, kata kerja jadi punya arti. Capek memang, tapi ada harapan di balik capek itu.

    Mimpi juga bisa bikin kata-kata lain terasa beda. Kata sabar, misalnya. Waktu mimpi kita belum tercapai, sabar itu jadi teman. Kata usaha jadi penyemangat. Kata gagal jadi pelajaran, bukan akhir. Bahkan kata doa pun terasa lebih dalam, karena kita titipin mimpi itu ke Tuhan. Jadi, bisa dibilang mimpi itu bukan cuma kunci, tapi juga yang bikin kata-kata sehari-hari menjadi penyemangat untuk kita.

    Kalau dipikir-pikir, banyak orang sukses lahir dari mimpi sederhana. Ada yang dulu bercita-cita keluar dari kemiskinan, lalu berusaha keras sampai jadi pengusaha. Ada juga yang dulu cuma suka menulis di buku harian, tapi mimpinya bikin dia jadi penulis terkenal. Dari mereka kita belajar, mimpi itu memang kunci, tapi kunci harus dipakai. Kalau cuma digenggam tanpa usaha, pintu nggak akan kebuka.

    Masalahnya, kadang kita suka takut bermimpi. Kita mikir, ah mimpi terlalu tinggi, nanti malah kecewa. Padahal, justru dengan mimpi kita punya arah. Mau tinggi atau rendah, mimpi tetap penting. Yang bikin kecewa bukan mimpinya, tapi kalau kita berhenti berusaha. Karena mimpi itu bukan sekadar tujuan akhir, tapi juga perjalanan yang kita jalani tiap hari.

    Jadi, yuk berani bermimpi. Biarkan mimpi itu hadir dalam kata-kata sehari-hari kita. Biar kata belajar nggak lagi membosankan, kata kerja nggak lagi terasa sia-sia, dan kata lelah bisa berubah jadi kata bangga. Ingat, mimpi adalah kunci. Kita yang pegang, kita yang tentuin mau dipakai atau disimpan. Kalau berani pakai, pintu masa depan pasti terbuka.

     

  • Bertahap Untuk Berjuang Di Jalan Allah Dalam Berdakwa

    Bertahap Untuk Berjuang Di Jalan Allah Dalam Berdakwa

     

    Nama : Aldi Saputra
    Nim : 42204021
    Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

    Sebagian kecil saudara-saudara yang kita ketahui pada zaman sekarang “Kalau masih begini-begini saja rasanya ingin keluar dari jalan perjuangan dakwah. Masih sangat panjang jalan yang harus ditapaki, sementara di ufuk sana belum terlihat secercah cahaya kemenangan akan tiba. Rasa lelah mulai terasa, ingin berhenti saja biarlah orang-orang kuat yang tersisa dan akan terus berjalan melanjutkan perjuangan.”

    Terkadang kalimat di atas muncul atau terlintas di benak sebagian pengemban dakwah. Walhasil ada yang rela memutuskan untuk berhenti dan keluar dari barisan perjuangan. Namun, sebagian besar tetap bertahan karena prinsip dan keyakinan bahwa perjuangan di jalan dakwah memang benar adanya.

    Bukan dakwah namanya jika tidak dirasa ada efeknya, membutuhkan kesiapan pengorbanan. Sebab dakwah bukan hanya sekedar berkata-kata, namun mengandung makna seruan. Seruan mengajak pada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.

    Itulah hakikat dakwah yang sesungguhnya, perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada umat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang diciptakan sebagai umat terbaik di kalangan umat manusia.

    Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, mengajarkan kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali-Imran : 110)

    Bukan dakwah namanya jika tidak terjadi pro dan kontra, bahkan penolakan atau berbagai hambatan. Sebab dakwah di tengah heterogennya masyarakat pastilah akan ada berbagai kendala. Ujian dalam dakwah adalah sebuah keniscayaan.

    Butuh waktu mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, harta bahkan perasaan lelah. Hakikat alaminya dakwah, dijalani oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, para sahabat dan penerus risalah setelah mereka. Terlebih lagi saat ini, di tengah pusaran arus budaya Barat. Perjuangan dakwah sangat terasa, serangan yang menghambat setiap perbaikan selalu ada.

    Serangan dari musuh-musuh Islam ataupun penolakan dari kalangan umat Islam yang pemahamannya sudah terdistorsi oleh pemikiran Barat. Arus deras pemikiran-pemikiran yang mendiskreditkan Islam menjadi alat penjajahan, membelenggu gerak umat untuk kembali bangkit.

    Beratnya perjuangan dakwah semakin dirasa. Perjalanan dakwah bukan hal yang sederhana, jauh, panjang dan berliku. Kadang-kadang ditaburi onak dan duri, kerikil-kerikil tajam dan godaan. Lelah tentunya, namun akankah hilang lelah cukup dengan mundur dan menepi dari jalan Dakwah Bukankah dakwah itu adalah jalan kenikmatan yang ditempuh para nabi dan rasul kalaulah bukan untuk mendapatkan sesuatu yang seimbang yang tak tergantikan dengan kenikmatan dunia ini untuk apa orang-orang terdahulu rela berkorban jiwa dan raga demi dakwah?

    Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sudah memberi teladan sekaligus teladan bagi umatnya. “Sebenarnya tidak ada istirahat setelah hari ini.” Itulah kalimat yang diucapkan oleh Rasul saw. kepada Ibunda Khadijah ketika pertama kali menerima wahyu dari Allah, menyebarkan Islam, membantu agama Allah